Kamis, 07 November 2019

Layangan Putus, Katarsis dan Netizen.

Lagi viral kisah "Layangan Putus". Aku menanggapi fenomena ini sebagai hal yg epic. Bagaimana seorang penyintas cobaan hidup bisa berusaha waras dengan menulis sebagai media katarsis. Berakhir tulisannya begitu viral di dunia maya karena tingginya simpati dan emosional dari netizen.
Menurutku, menulis itu menyenangkan. Banyak hal-hal yg nggak bisa tuntas dengan berdiskusi. Apalagi jika lawan diskusi kita punya tendensi tertentu... jadi lebih rentan dipotong, disela, dihakimi, tanpa mereka mencoba pengerti apa pikiran dan persepsi yg ingin kita jelaskan.
Menulis, memberiku kesempatan untuk merasakan kenyamanan berbeda untuk mengungkapkan sesuatu. Tanpa perlu mengucapkan berkali-kali, tanpa perlu ditanyai hal-hal yg seringkali ditujukan untuk membantah pemikiran kita. It'll be like "gini loh pemikiranku, aku nggak butuh dibantah dicela dihakimi." That's all. Kelar!
Stressor hidup silih berganti. Kalau pas SD ulangan matematika aja bikin perut mules melilit pusing mual muntah, jadi stressor terberat kala itu. Iyaloh, sejak SD aja aku sudah psikosomatis. Apalagi sekarang, sudah dewasa dengan keluarga sendiri dan pekerjaan baru. Dibilang psikosomatis, ya nggak tau juga karena ada beberapa penyakit yg sering hinggap ketika banyak stressor. Lisan boleh berucap, aku nggak mikirin kok dibawa santai ajalah ngapain stress. Tapi stressor sudah autorunning di otak yg mungkin berimbas pada ketahanan fisik.
Kadang kita nggak perlu nasehat atau penghakiman dari orang lain. Cukup dengan didengarkan, dipahami, dimengerti kondisinya maka permasalahan itu sudah terselesaikan di sudut penyintas. Sesederhana meluapkan perasaan tanpa dinilai apa-apa. Setuju?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Feel free to comment here, with clear name :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...