Senin, 29 Desember 2014

Over thinking would kill you! (Cognitive Distortions Explanation)


Dua bulan yang lalu, kalau saya tidak salah sih. Saya menulis tentang ABC, teknik terapi kognitif buat kondisi depresi (sedih) yang semoga bisa membantu. Sedang tidak menulis tentang review make up atau hal berbau per-lenongan karena sedang jenuh. Jenuh, duh jadi inget mz Rio.... #np #RioFebrian-Jenuh

Kembali lurus ke niat awal, saya pengen meneruskan tentang ‘distorsi kognitif’ yang pernah saya singgung di pos tersebut. Distorsi kognitif paan sik? Ya itu, coba saya artikan perkata dulu.
dis·tor·si n 1: pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dsb; penyimpangan:
kog·ni·tif a 1 berhubungan dng atau melibatkan kognisi
kognisi /kog·ni·si/ n 1 kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri; 2 Sos proses, pengenalan, dan penafsiran lingkungan oleh seseorang; 3 hasil pemerolehan pengetahuan

Bisa ditarik kesimpulan, distorsi kognitif merupakan penyimpangan dalam penafsiran/ persepsi. Semua berawal dari mikir, cara pikir kita loh. Sebenarnya ada banyak sih, distorsi yang (mungkin) sering kita alami. Saya juga sering, banget. Mungkin kamu pernah mengalami hal di bawah ini deh:

All or Nothing
Pola pikir seperti ini sering diawali dengan kata absolut seperti ‘semua’, ‘selalu’, ‘selamanya’. Lompat ke contoh: Saya selamanya bodoh, mudah tertipu. Selalu ada niat buruk dibalik setiap orang yang mendekati saya. Tidak pernah ada orang yang tulus mencintai saya.
Nah, dikurang-kurangin deh penggunaan kata-kata mutlak di atas. Nggak semua kok, itu cuma di pikiran kita saja.

Over-generalization
Hampir sama seperti tipe distorsi di atas, namun pola ini lebih menyamaratakan suatu populasi karena satu hal atau keadaan. Istilah jawanya, gebyah uyah. Semua lelaki memang brengsek. Semua orang hanya ingin memperdayai saya saja.
Janganlah merusak susu sebelanga karena tinta setitik. Semua orang punya keunikan masing-masing, ya jangan pernah menyamaratakan.

Mental Filter
Dalam pola ini, pikiran kita secara otomatis menyaring. Menyaring apa? Menyaring sisi negatif dari suatu kejadian sehingga tidak ada hal positif yang didapat.
Misal, Putri sudah berangkat pagi buta karena akan mengikuti ujian. Tiba-tiba di tengah jalan ban motornya bocor. Dia menelpon temannya, namun tidak ada yang mau menyusulnya. Akhirnya dia tidak mengikuti ujian dan harus menjalani ujian susulan walaupun nilai ujiannya bagus.
Putri mengumpat seharian dan berpikir bahwa teman-temannya egois. Dia tidak melihat bahwa teman-temannya dalam keadaan menghadapi ujian juga dan mereka sudah meminta izin untuk Putri karena musibah ban bocor. Lagi pula karena ujian susulan, Putri lebih bisa mempersiapkan tanpa resah terburu-buru sehingga nilai ujiannya bagus. Cara berpikir seperti ini menghilangkan poin positif dari suatu kejadian.

Jumping to Conclusions
Ini nih, yang bisa disebut pola pikir insecure. Merasa tidak aman karena menganggap diri kita tahu bagaimana orang lain berpikir (mind-reading) atau bahkan bisa menebak akhir dari suatu kejadian (fortune-teller).
Contoh lagi, Putri selalu marah-marah dan menginterogasi kekasihnya karena menganggap pacarnya pasti berselingkuh dengan wanita lain. Parahnya, dia mengaku bisa meramal bahwa hubungannya akan kandas. Putri yakin bahwa teman-teman kekasihnya tidak menyukainya, seperti itu.

Should Statement
Putri sedang menunggu teman baiknya yang berjanji akan tepat waktu menjemputnya untuk hadir di suatu konser musik. Setelah menunggu lebih dari satu jam, temannya tak kunjung datang. Dia marah-marah sebal karena konser akan segera usai. Temannya datang tergopoh karena tenyata dirampok di jalan.
Pola pikir seharusnya, harus, yang diterapkan Putri di atas membuat suasana buruk di pikirannya sendiri. Seharusnya ada hal-hal di luar ekspektasi yang perlu dipertimbangkan mungkin akan terjadi.

Labeling
Setelah putus cinta berkali-kali, Putri berpikir bahwa dia bukan wanita yang baik. Saya jelek. Saya bodoh. Saya tidak spesial. Tidak ada yang mau dengan wanita seperti saya. Menempel label buruk untuk diri sendiri, bukan ide yang bagus untuk kesehatan pikiran kan?

Personalization & Blame
Putri menyalahkan dirinya karena hubungan cintanya kandas. Dia menyesal tidak mengindahkan nasehat teman-temannya untuk hati-hati dengan pria tersebut. Putri terus menerus menyalahkan dirinya dan merasa kejadian buruk itu adalah sepenuhnya salahnya. Padahal belum tentu dan masih banyak faktor lain yang bisa berperan meyebabkan suatu musibah/ keadaan krisis.

All or Nothing dan Mental Filter ini saya banget pas lagi khilaf :))
Kira-kira kalian sering terdistosi tipe apa? Let me know :D


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...