Saya lagi pengen nulis
nih. Tentang satu hal yang jadi penghibur, pengiring, penyegar pikiran saya. Bahkan
kadang menginspirasi. Yap, seni. Saya bukan seniman yang sudah menghasilkan
karya nyata, bukan art enthusiast
yang gila dan candu akan seni. Saya amatiran, bisa dibilang cuma penikmat. Kalo seni itu kopi, saya cuma penyeruputnya bukan peraciknya. Seni
bukan inti dari hidup saya, kalo diibaratkan masakan dia itu penyedap/MSG-nya.
Hehehe, ya kalo kebanyakan bikin penyakit dan kata orang bisa bikin goblok, katanya.
Minggu malam kemarin saya
baru saja menghadiri sejenis pertujukan seni, pertunjukan musik dari UKM BeKaGe (Bengkel
Kesenian Geografi) UGM. Saya sudah lama mendengar kiprah BeKaGe ini, tapi nggak
begitu paham juga akan kegiatan yang dilakukan. Saya hadir ke acara itu, jujur
saja hanya untuk menyaksikan Efek Rumah Kaca (the most played local band in my song-list).
Saya penikmat band satu
ini, bukan sok-sokan indie atau antimainstream, lho. Saya memang
menikmati musiknya dan isi dari lagu-lagu yang mereka ciptakan. Bingung
membayangkan, cek saja lagunya di web Efek Rumah Kaca. Lagu mereka yang paling
sering didengar di kalangan umum (bukan para fansnya) mungkin seperti ‘Cinta Melulu’,
‘Desember’, ‘Kenakalan Remaja di Era Informatika’. Beberapa judul dari lagu
mereka sudah terdengar ganjil dan unik, begitu pula pesan yang mereka sematkan
dalam tiap lagu. Menurut saya, hampir tidak ada lagu yang muspro (sia-sia), semua lagu punya makna yang dalam. Tidak ada lagu
cinta dengan majas hiperbola yang mengagungkan kekasih, tidak ada rayuan
puitis, kata-kata yang mereka gunakan bahkan hanya kita temui di Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Penggunaan kata yang kurang populer, menjadikan lagu mereka ‘kaya’.
Tiga personilnya terlihat
sebagai sosok yang sahaja, tidak berlebihan dalam bergaya dan berkata. Kebetulan
salah satu dari mereka, bassistnya Adrian sedang sakit. Kalau tidak salah organ
matanya yang mengalami gangguan, sehingga mereka membuatnya menjadi lagu berjudul
‘Sebelah Mata’. Epic bukan?
Kembali lagi ke acara
tadi malam, saya sangat menikmati pertunjukan yang bertemakan bumi itu. ‘Earth,
Pray, Love’ slogan yang unik untuk sebuah acara dengan band pembuka yang bagus
seperti Archiblues, Page Five, Wikan dan masih banyak lagi. Semuanya punya
keunikan dari genre yang dibawakan. Ah saya tidak bisa berkomentar banyak,
dengan hanya Rp 20.000 untuk tiket masuk, saya bisa melepas kepenatan. Penat karena
lebih dari sebulan bergulat dengan skripsi dan dosen pembimbing, curahan hati
mahasiswa hampir wisuda. Haha. Apalagi mendengar guyonan dari duo pembawa acara
yang sangat lucu, si Angger dan Dondi. Lucu buanget pokoknya, sindiran-sindiran
untuk anak G4uL yang ahhhh *cubit*
Saya berangkat bersama
adik perempuan saya, Vivi. Saat tengah pertunjukkan saya maju ke depan supaya
bisa melihat jelas, malah Vivi tidak bisa menyusul karena terdesak ratusan
orang yang ingin maju juga. Menurut panitia, ada 2000 orang berada di Gedung
Purna Budaya UGM pada pukul 22.00 turut meramaikan acara ini. Betapa senangnya
para panitia, ya. Selamat! Semoga selanjutnya bisa menyelenggarakan acara seni
yang lebih megah lagi. Andaikan himpunan jurusan fakultas saya sekeren ini, duh.
Saya sudah berkali-kali datang ke acara musik besar, menengah dan kecil (gigs). Menurut saya, acara ini termasuk yang paling berkesan. Suasana, ketertiban, penonton, pemilihan musisi yang ditampilkan. Nyaman dan menyenangkan. Sebuah paket komplit dari suguhan musik pop, akustik, r&b, blues, folk. Wah!
Ini ada foto suasana
semalem, saya nyempil di depan panggung. Cuma penikmat sih, tapi terimakasih
atas hiburannya! Hehe :)
Saya cuma nyempil di baris kedua. Gak keren ya -_- |
Foto ini saya dapat dari akun twitter acara tersebut. Nggak sip lah ya ngefoto-foto konser, saya bukan kru ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Feel free to comment here, with clear name :)