Rabu, 22 Oktober 2014

Review Maybelline ColorShow Lipstick (True Toffee: 301)

Beberapa waktu lalu, saya sempat jual-jualin make up yang nggak kepake di sini. Nazar nggak mau beli make up dulu. Giveaway dari Mba Merilla May dan Make Over menurut saya sudah nambah stok make up yang jarang kepake. Sudah, sudah, sudah cukup saya bahkan belum mencobanya satu-satu.
Tapi giveaway itu tidak menyediakan lipstick nude yang saya biasa pakai yaitu Make Over Ultrashine Lipstick yang Peach Vaganza atau Nuddist Freak. Padahal batangnya sudah tak terlihat lagi karena kekejaman si pemakainya, huahaha. Yasudah, mampir ke counter Maybelline colak colek bentar eh malah nemu yang mirip dengan harga setengah lipen Make Over saya. Wuhuuu mana mungkin nggak beli. Lipstick ini kepake banget, walopun saya masih belum bisa move on dari bayang-bayang Make Over Ultrashine Lipstick Nuddist Freak. Tunggu sampe voucher giveaway saya bisa kepake di Make Over store Semarang, maka saya akan beli! Soalnya Make Over store Jogja yang di Galeria Mall sudah kukutan entah mengapa.

Kemasan
Ini tetep saya banding-bandingin sama ‘mantan’ lipen kesayangan saya. Segi kemasan, jauh... cakep Make Over ke mana-mana sih. Iya, loh inget ono rego ono rupo.

Tekstur dan Warna
Teksturnya lembut, tapi tidak sehalus pembandingnya di atas. Sekali oles cukup pigmented menutupi garis hitam bibir saya. Tapi ternyata setelah diliat-liat ada glitter yang cukup ketara lho. Saya sih nggak masalah, namun bagi pemilik bibir seksi macem Angelina Jolie ya mohon dipertimbangkan. Tau kan, efek gemilau si glitter memberi efek besar pada bibir.

Ketahanan
Ketahan cukup lah, so- so. Gak bikin bibir ngelotok-ngelotok pula. Kalau mau tahan lama jangan lupa pakai teknik oleh, tap tisu, oles, tap lagi. Yang bikin konyol, ketika warnanya memudar tapi glitternya masih menempel awet di bibir. Ya gitu deh, bibirnya gosong tapi berkilauan. Duh dek :(

Kesimpulan:
(+) Murah, nggak bikin kering bibir
(-) Kemasan ringkih, kelihatan murahan
(-) Glitternya, maaak! Gak nahan.

Harga ±Rp 30.000,-

Repurchase: NO

Minggu, 12 Oktober 2014

ABC For Your Happy Life!

Jadi, tiga hari yang lalu adalah hari Jumat tanggal 10 Oktober 2014. Seperti tidak ada yang spesial memang, tapi 10 Oktober kemarin menjadi spesial untuk saya karena hari itu adalah World Mental Health Day yang tema tahun ini adalah Living with Schizophrenia. Saya sudah tiga minggu penuh menjalani stase peminatan keperawatan jiwa di ujung rotasi klinik saya. Yak, jiwa! Meskipun dipandang sebelah mata oleh banyak orang, stigma negatif dan kolot tentang gangguan jiwa, anggapan prospek buruk mengenai pekerjaan dan keilmuan ini, saya tetap bersikukuh untuk mengambil peminatan jiwa.
World Mental Health Day 10th Oct
It’s fun, indeed.. .  Saya bisa belajar tentang kesehatan fisik, mental, sosial, secara terintregasi. Ilmu yang bisa dipakai untuk terapi pasien, keluarga pasien, masyarakat, teman-teman, orang-orang terdekat dan tersayang. Bahkan, untuk diri sendiri.
Minggu pertama, saya mencoba praktik terapi kognitif (cognitive restructuring) yang saya modifikasi dari beberapa sumber ilmiah. Terapi ini diklaim sangat signifikan hasilnya untuk penderita depresi (gangguan mood, sedih). Sangat fleksibel, asalkan tau dasarnya saja.  Sebut saja ABC.
“A” yaitu actual event adalah kejadian sebenarnya.
“B” adalah belief, yaitu hal hal yang dipikirkan dan dipercayai oleh seseorang atas kejadian “A” tersebut.
 “C” yaitu consequence/ konsekuensi dari adanya “B” atau kepercayaan tersebut.
Kesimpulannya, terjadinya A menimbulkan B yang kemudian menimbulkan C. Lets make an example. Saya kasih contoh untuk diri saya sendiri aja deh, biar nggak ada pihak yang tersindir. Contoh:
A (Actual Event): Putri ditinggalkan kekasihnya karena kekasihnya selingkuh (misalnya -_-)
B (Belief): Putri percaya bahwa kekasihnya berselingkuh karena merasa selingkuhannya lebih baik darinya, dia bukan siapa-siapa, dia bodoh, dan banyak distorsi kognitif lain yang membuatnya sangat sedih.
C (Consequence): Karena sangat sedih dan terus memikirkan hal tersebut Putri menjadi malas beraktivitas, tidak mau makan, tidak bisa tidur, mengurung diri di kamar dan akhirnya sakit.

Keadaan yang dialami Putri termasuk kecenderungan depresif. Dalam terapi kognitif, penderita depresi disadarkan akan adanya pola pikir atau keyakinan (B= Belief) yang salah kemudian atau menata ulang B tersebut sehingga terjadi C (consequence) yang berbeda. Inti dari terapi kognitif yaitu mengubah pikiran/ kepercayaan pada poin B, dari keyakinan negatif menjadi keyakinan positif dan realisitis. Caranya? 
1.  Tuliskan semua yang kita rasakan dan pikirkan.
Menulis merupakan salah satu media katarsis. Dengan menuliskan perasaan dan pikiran yang dirasakan, kita bisa melihat gambaran besar masalah/ stressor yang kita hadapi. Kita dapat mengidentifikasi apa saja perasaan atau emosi negatif yang muncul.
2.  Identifikasi kejadian yang membuat kita terganggu (sedih).
Tentukan hal utama yang membuat kita sedih. Misalnya dalam kasus Putri di atas apakah yang membuat Putri sedih. Apakah karena berakhirnya hubungan? Apakah karena merasa ditipu? Apakah karena takut menjadi single? Misalnya.
3.  Identifikasi semua emosi yang negatif.
Garisbawahi perasaan negatif yang kita rasakan. Saya marah karena merasa dibohongi. Saya sedih dan kecewa karena sudah menaruh harapan.
4.  Identifikasi semua pikiran negatif yang mengikuti emosi negatif.
Pasti, pasti, pasti ada pikiran negatif yang menyertai emosi negatif. Nah, kita juga harus menyadari pikiran yang timbul ini. Contoh lagi: Putri sedih karena merasa dibohongi, kemudian Putri berpikir ‘pasti dia hanya memanfaatkan saya saja, saya bodoh sekali bisa-bisanya dibohongi...’
5.  Identifikasi distorsi pemikiran yang terjadi dan ganti dengan yang benar.
Kita mengganti emosi dan pikiran negatif menjadi reaksi yang realistis. Soal Putri diselingkuhi dan dibohongi misalnya, disarankan untuk tidak mendistorsi cara berpikir. Seperti: baiklah, mungkin Tuhan telah menunjukkan kepada Putri siapa sebenarnya lelaki itu. Putri seharusnya bersyukur tidak berjodoh dengan pembohong. Mungkin juga orang tersebut sudah terbiasa melakukan kebohongan itu kepada wanita lain, sehingga Putri tidak menyadarinya, bukan karena Putri bodoh.
6.  Pertimbangkan kembali “emosi”.
Setelah sadar apa saja emosi negatif yang kita miliki, mari pikirkan apakah reaksi tersebut wajar. Putri masih merasa sedih dan kecewa karena diselingkuhi, namun sampai kapan dan sejauh apa emosi tersebut akan ada. Apakah emosi tersebut berdasarkan realita atau karena distorsi kognitif. Apa itu distorsi kognitif? (akan dijelaskan di bawah)
7.  Buat rencana perbaikan.
Semua sudah jelas, kita sudah menulis semua yang dirasakan, menunjuk dan mebedakan mana emosi negatif, pikiran negatif serta mempertimbangkan emosi. Kita juga sadar emosi yang menyebabkan pikiran kita terdistori (melenceng). Mana kah tipe distorsi kognitifmu? Di bawah ini dijelaskan cara berpikir yang melenceng atau terdistorsi:
Duh, masih dalam bahasa inggris, kapan-kapan saya bikin postingan terpisah tentang distorsi kognitif. Ini sumbernya  http://www.apsu.edu/sites/apsu.edu/files/counseling/COGNITIVE_0.pdf
Kira-kira dengan jenis distorsi yang mana kita berpikir? Ketawa sendiri kan, senyum sendiri kan menyadari cara berpikir kita yang salah :)
Sekarang tinggal bikin list rencana perbaikan. Masih dengan contoh Putri, misalnya Putri akan memperbaiki diri, berhati-hati dalam memilih pasangan selanjutnya, melakukan hal-hal positif untuk mengisi kegiatan dan mempersiapkan diri untuk menjadi lebih baik (ini abstrak banget, ngaaah).
Buat rencana yang aplikatif saja, seperti saya akan membaca buku minimal 3 jam setiap hari, jika merasa sedih saya akan menulis, saya akan bercerita kepada teman jika merasa kesepian, saya akan masih banyaaak lagi.... Intinya, rencana kalian nanti harus bermanfaat terutama untuk diri kalian sendiri atau bahkan lingkungan sekitar. Semakin sibuk dan semakin menikmati, maka semakin baik pula pikiran kita nantinya. Jauh dari distorsi kognitif yang merusak cara berpikir kita.

Get happy life with ABC rule!!! :D
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...